Jumat, 09 Mei 2014

cerita rakyat SUMUT batu gantung dan mitosnya.



HORAAAAAAAS!!! 

  Tau khan yang biasa bilang horas orang mana?! Yups, horas adalah sapaan orang batak, karena gue orang batak dan gue pengen cerita sedikit tentang cerita rakyat orang batak. Kali ini gue pengen cerita tentang cerita rakyat dari daerah gue yaitu Sumatra Utara. Disumut ada beberapa cerita rakyat dan yang menarik menurut gue adalah cerita rakyat tentang batu gantung yang berada diparapat.

              Parapat adalah sebuah kota kecil di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (rumah gue di siantar #sekilasinfo). Kota kecil di tepi Danau Toba ini merupakan tujuan wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara, demikian seperti dikutip dari situs Indonesia.Travel.

          Selain sebagai tempat wisata, Parapat juga merupakan sebuah kota yang melegenda di kalangan masyarakat Sumatera Utara. Di kota ini terdapat sebuah batu yang menyerupai manusia, yang diyakini adalah penjelmaan gadis cantik bernama Seruni.

             Alkisah dulu di tepi Danau Toba hidup sepasang suami istri dengan anak perempuannya yang cantik bernama Seruni. Karena cantik, banyak pemuda yang ingin menjadi kekasihnya. Sayangnya, Seruni telah dijodohkan oleh orangtuanya pada seorang pemuda yang masih sepupunya sendiri. Padahal Seruni sudah memiliki lelaki pilihannya sendiri. Suatu hari, Seruni duduk melamun di pinggir Danau Toba bersama anjingnya, Toki. Seruni melamunkan nasibnya yang akan dijodohkan pada pria yang tak dicintainya.  Seruni ingin mengakhiri hidupnya, dengan melompat ke Danau Toba dari pinggir tebing yang curam. Saat berjalan menuju tebing itu, Ia terperosot  dalam lubang batu yang besar. Seruni pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di batu itu. Dia berteriak "Parapat, Parapat!" yang artinya merapat, agar batu itu merapat dan menghimpit tubuhnya.

           Singkat cerita, batu tersebut akhirnya menghimpit tubuh Seruni di dalamnya. Kini di parapat dapat melihat sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis dan seolah-olah menggantung di tepi tebing. Oleh masyarakat setempat batu itu disebut Batu Gantung, dan kota yang kini menjadi tempatnya disebut Parapat, karena kata-kata yang terakhir diserukan Seruni.

             Untuk melihat batu ini bisa dengan menggunakan kapan penunpang yang dijadikan kapan pariwisata dan untuk lebih seru bisa mencoba speedboat, joki speedboat akan menghantarkan ke pemandangan batu gantung dengan sensasi yang lebih seru dan mereka juga akan menceritakan kisah batu gantung tersebut. Saat gue mengunjungi batu gantung menggunakan speedboat gue bersama sepupu-sepupu gue yang usianya gak jauh beda dan karena jokinya ngebawa anak muda, itu naik speedboat uda kayak naik halilintar di dufan. Sesampainya di batu gantung, joki ceritain kisahnya seperti yang baru gue ceritain dan jokinya bilang disitu gak boleh ngomong kotor yang dia maksud itu memaki dan gak boleh buang sampah juga. Gue penasaran dan pas gue tanya kata jokinya pernah ada yang bandel dan gak sopan, orang itu memaki dan buang sampah di lokasi batu gantung dan saat pulang orang tersebut sakit dan sakitnya aneh dan tidak bisa dideteksi oleh dokter dan akhirnya orang itu balik lagi ke batu gantung dan meminta maaf dengan beberapa ritual. Nah, ini foto saat gue jalan-jalan ke parapat bareng sepupu-sepupu gue yang kece-kece.



              Pelajaran yang ingin diberikan dari kisah ini adalah bahwa orangtua jangan memaksakan kehendak kepada anaknya karena tidak semua yang dipikir baik oleh orang tua membuat anak senang. Dan setiap manusia haruslah menjaga omongannya dari kata-kata yang tidak baik, seperti kata iklan tipi “MULUTMU HARIMAUMU!”.

Selasa, 06 Mei 2014

makalah implikasi etik dan moral dalam berinternet serta contoh dalam pelanggarannya


BAB I
PENDAHULUAN
I.1        LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi seperti sekarang ini sudah banyak berkembangnya teknologi informasi yang canggih dan mutakhir. Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi yang memanfaatkan komputer sebagai perangkat utama untuk mengolah data menjadi informasi yang bermanfaat.
Teknologi – teknologi ini pada dasarnya dibuat untuk membantu dan mempermudah pekerjaan manusia dalam kegiatan sehari – hari. Namun dalam kenyataannya teknologi – teknologi ini berkembang begitu pesatnya sehingga mampu mengatur pola kehidupan manusia modern. Contohnya saja teknologi informasi yang mampu mengatur kehidupan manusia disegala bidang seperti sosial, ekonomi, hukum, dan politik bahkan aspek kehidupan yang bersifat keagamaan. Begitu pesatnya perkembangan teknologi informasi di era globalisasi seperti sekarang ini justru menimbulkan permasalahan baru yang menyangkut aspek – aspek kehidupan manusia contohnya saja etika dan moral. Banyak orang – orang yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan perkembangan teknologi informasi ini dengan melakukan hal – hal yang dapat melanggar etika dan moral manusia dalam kehidupan. Contohnya saja seperti kasus yang ingin kami angkat yaitu tentang pembajakan film.
Pembajakan memiliki arti alternatif; mengambil hasil ciptaan orang lain tanpa sepengetahuan atau seizinnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka ). Dari uraian gramatikal tersebut ada beberapa tindakan yang kontraproduktif, yaitu; tidak jujur, curang, tidak sah, mencuri, menipu dan manipulasi. Dengan melihat arti verbal dan kandungan moralitas dari sederet kata-kata sandang di atas, penegasannya harus diikuti oleh peraturan hukum formal yang verbal pula. Pembajakan merupakan hal yang sangat menakutkan bagi para pekerja seni, dalam hal ini khususnya para sineas Indonesia. Bagaimana tidak, setiap karya – karya yang telah mereka buat dengan mudahnya saja “dibajak” oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab. Banyak kerugian yang harus ditanggung para pekerja seni dan juga negara atas kasus pembajakan ini. Untuk itulah analisis kasus pembajakan sangat terkait dengan aspek hukum.


BAB II
LANDASAN TEORI
II. I      DEFINISI MORAL DAN ETIKA
Moral adalah tradisi kepercayaan mengenai perilaku yang benar dan yang salah. Meskipun masyarakat di sekeliling dunia tidak semua mengikuti seperangkat moral yang sama, namun terdapat kesamaan di antara semuanya yaitu melakukan apa yang secara moral benar.
Etika berasal dari bahasa Yunani ”Ethos” yang berarti karakter. Secara umum etika adalah sekumpulan kepercayaan, standar, atau teladan yang mengarahkan yang merasuk pada ke dalam seseorang atau masyarakat. Etika bisa bervariasi dari suatu komunitas dengan yang lain.
Etika dalam berinternet bisa disebut dengan CYBER ETHICS ( etika cyber ). Cyber ethic adalah suatu aturan tak tertulis yang dikenal didunia IT. Suatu nilai – nilai yang disepakati bersama untuk dipatuhi dalam interaksi antar pengguna teknologi khususnya teknologi informasi. Tidak adanya batas yang jelas secara fisik serta luasnya penggunaan IT di berbagai bidang membuat setiap orang yang menggunakan teknologi informasi diharapkan mau mematuhi cyber ethics yang ada. Cyber ethics memunculkan peluang baru dalam bidang pendidikan, bisnis, layanan pemerintah, dengan adanya kehadiran internet. Sehingga memunculkan netiket / nettiquette yaitu salah satu etika acuan dalam berkomunikasi menggunakan internet, berpedoman pada IETF ( The Internet Engineering Task Force ), yang menetapkan RFC ( nettiquette guidelies dalam request for comment).
Etika kehidupan berbangsa dan bernegara yang semula mudah sekali disosialisasikan karena orang berinteraksi secara langsung secara fisik, maka dalam dunia cyber upaya mensosialisasikan cyber ethics menjadi sulit sekali dilakukan karena jangkauan teritorinya sudah jauh lebih luas. Sebenarnya cyber ethics dapat ditelaah dan dimengerti oleh pengguna  internet, jika disadari terdapat etika kehidupan normal yang berlaku. Manusia tentu tak ingin dirugikan dalam kehidupannya, di dunia maya hal itu pun mungkin terjadi dan saat itulah terjadi pelanggaran cyber ethics. Komunitas maya terus berkembang, maka muncul pula anggota baru yang disebut “newbies”. Sesama anggota baik yang lama maupun yang baru akan berinteraksi. Layaknya sebuah keluarga, ada anggota keluarga yang nakal atau jahil dan ada pula yang baik. Interaksi tersebut terus terjadi hingga hari ini.
Etika-etika melahirkan aturan yang lebih kompleks. Etika apapun bentuknya adalah satu kesepakatan yang menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang berbudaya dalam bersosialisasi. Manusia ingin dihargai sebagaimana ia berusaha menghargai orang lain.

II.II     HUBUNGAN ANTARA ETIKA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI
            Etika disebut juga filsafat moral yang berbicara tentang tindakan manusia, lalu apa kaitan etika dengan teknologi informasi? Di zaman yang serba canggih ini banyak komunitas atau kelompok yang menggunakan teknologi informasi untuk mempermudah segala urusan baik dari segi komunikasi atau segi bisnis, seperti contoh jejaring sosial maupun aplikasi – aplikasi perusahaan.
            Dengan adanya teknologi informasi seperti ini membuat manusia bisa berinteraksi dengan siapa saja melalui dunia maya tanpa harus mengeluarkan biaya dan waktu yang lama, dan dengan adanya teknologi website manusia bisa melihat dan menggali informasi dari seluruh penjuru dunia, dengan kata lain tidak ada informasi yang dapat dikatakan rahasia.
Atas dasar itulah diperlukannya etika yang bisa mengatur segala yang berhubungan dengan teknologi informasi. Dengan adanya etika teknologi informasi manusia dapat melihat aturan – aturan yang tidak mutlak namun dapat diemban sebagai pedoman bagi pekerja teknologi informasi.
Sebagai contoh yang negatif :
Ø  Larangan mengakses data tanpa izin
Ø  Larangan meng-crack aplikasi
Ø  Larangan mengakses situs yang tidak layak
Ø  Pembajakan dll
Sebagai contoh yang positif :
Ø  Menshare ilmu - ilmu yang bermanfaat untuk orang lain
Ø  Menginfokan hal – hal yang berguna bagi masyarakat luas
Ø  Mempermudah pekerjaan
Cara meminimalisir dampak negatif terhadap teknologi info rmasi yaitu dengan:
v  Banyak mempelajari ilmu – ilmu yang bermanfaat atau membaca buku – buku pengetahuan
v  Peran pemerintah sangat diperlukan
v  Orang tua harus mengontrol segala aktivitas anaknya
v  Perlu adanya kesadaran semua pihak atas pentingnya cyber ethics
Cara menanamkan etika dalam penggunaan teknologi informasi yaitu dengan:
v  Dimulai sejak dini, dan dengan adanya etika kita sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk dalam menggunakan teknologi informasi
v  Menghargai hasil karya orang lain sehingga mencegah terjadi pembajakan atau plagiarisme
v  Dengan mentaati aturan dan undang – undang yang berlaku dalam hal ini adalah UU ITE
v  Selalu melakukan kegiatan yang positif

  A.      Etika dan Moral dalam Menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Etika adalah ajaran tentang baik dan buruknya sesuatu, sedangkan moral adalah aspek kejiwaan yang sangat erat berhubungan dengan sikap dan perilaku seseorang. Etika dan moral sangat erat berkaitan artinya, orang yang memahami dan berperilaku sesuai dengan ajaran moral, berarti orang itu beretika tinggi. Orang yang beretika tinggi dapat dikatakan orang itu bermoral tinggi begitu pula sebaliknya, misalnya, orang yang bermoral dan beretika tinggi akan selalu menghargai hak cipta orang lain. Artinya, dia tidak akan berbuat sesuatu yang dapat merugikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap hak cipta orang lain.
1.      Hak Cipta Perangkat Lunak
Hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.Keberadaan teknologi informasi dan komunikasi khususnya komputer sangat dibutuhkan oleh masyarakat guna mempercepat dan mempermudah penyelesaian tugas (pekerja) sehari-hari.
2.      Menghargai Kreasi Orang Lain
§  Tidak membajak, menyalin, atau menggandakan tanpa izin.
§  Tidak menyalahgunakan dalam bentuk apa pun.
§  Tidak mengubah, mengurangi, atau menambah hasil karya orang lain.

B.        Implikasi Etika Komputer
Etika komputer adalah analisis mengenai sifat dan dampak sosial teknologi komputer, serta formulasi dan justifikasi kebijakan untuk menggunakan teknologi tersebut secara etis. Dalam isu-isu pokok etika komputer, ada beberapa isu yang yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
• Kejahatan komputer (Computer crime), yaitu kejahatan yang dilakukan dengan      komputer sebagai basis teknologinya.
• E-Commerce yaitu Otomatisasi bisnis dengan internet dan layanannya, mengubah bisnis proses yang telah ada dari transaksi konvensional kepada yang berbasis teknologi, melahirkan implikasi negative; bermacam kejahatan, penipuan, kerugian.
• Cyber Ethics, yaitu Implikasi dari INTERNET ( Interconnection Networking ), memungkinkan pengguna IT semakin meluas, tak terpetakan, tak teridentifikasi.
• Tanggung Jawab Profesi, yaitu Sebagai bentuk tanggung jawab moral, perlu diciptakan ruang bagi komunitas yang akan saling menghormati. Misalnya IPKIN ( Ikatan Profesi Komputer & Informatika-1974 )
• Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), yaitu Masalah pengakuan hak atas kekayaan intelektual. Pembajakan, cracking, illegal software dan sebagainya. Menurut James H. Moor, alasan pentingnya etika komputer ada 3, yaitu :
1. Kelenturan Logika (Logical Malleability)
Kelenturan logika oleh Moor adalah kita mampu memprogram komputer untuk melakukan apapun yang kita inginkan. Komputer bekerja akurat seperti yang diinstruksikan programernya. Masyarakat tidak perlu khawatir terhadap teknologi komputer karena apabila komputer digunakan untuk aktivitas yang tidak etis, maka orang yang berada di belakang komputer yang harus dipersalahkan.
2. Faktor Transformasi
Alasan etika komputer menjadi demikian penting karena terbukti bahwa penggunaan komputer telah mengubah secara drastis cara-cara kita dalam melakukan sesuatu. Inilah yang dimaksud faktor transformasi. Kita bisa melihat jelas transformasi yang terjadi dalam cara melakukan tugas-tugas perusahaan. Contohnya : surat elektronik (E-mail). E-mail sangat membantu mengirim data-data atau tugas-tugas kepada orang yang akan kita tuju tanpa harus mendatangi orang tersebut. Dengan adanya E-mail masyarakat jadi lebih mudah dan tidak perlu lagi mengirim melalui kantor pos.
3. Faktor Tidak Terlihat (Invisibility Factor) / Faktor Tak Kasat Mata
Alasan ketiga perlunya etika komputer karena umumnya masyarakat menganggap komputer sebagai “kotak hitam” karena semua operasi internal komputer tidak dapat dilihat secara langsung. Tersembunyinya operasi internal komputer membuka peluang untuk membuat program secara sembunyi, membuat kalkulasi kompleks diam-diam, bahkan penyalahgunaan dan pengrusakan tidak terlihat.

C.        Implikasi Etika Berinternet 
Aplikasi etis komunikasi virtual banyak menggunakan beberapa pedoman etika dalam penggunannya, namun etika yang paling populer digunakan adalah etika keluaran Florida University Amerika (FAU) dan seorang netters Verginia Shea. Pada versi FAU beberapa etika yang dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Internet tidak digunakan sebagai sarana kejahatan bagi orang lain, artinya pemanfaatan internet semestinya tidak untuk merugikan orang lain baik secara materiil maupun moril.
2. Internet tidak digunakan sebagai sarana mengganggu kinerja orang lain yang bekerja menggunakan komputer. Contoh riil adalah penyebaran virus melalui internet.
3. Internet tidak digunakan sebagai sarana menyerobot atau mencuri file orang lain.
4. Internet tidak digunakan untuk mencuri, contoh pengacakan kartu kredit dan pembobolan kartu kredit.
5. Internet tidak digunakan sebagai sarana kesaksian palsu.
6. Internet tidak digunakan untuk mengcopy software tanpa adanya pembayaran.
7. Internet tidak digunakan sebagai sarana mengambil sumber-sumber penting tanpa adanya ijin atau mengikuti aturan yang berlaku.
8. Internet tidak digunakan untuk mengakui hak intelektual orang lain.
9. Bertanggung jawab terhadap isi pesan yang disampaikan.

a.                  Hak Atas Komputer
Berikut ini hak sosial dan komputer menurut Deborah Johnson:
1. Hak atas akses komputer;
Yaitu setiap orang berhak untuk mengoperasikan komputer dengan tidak harus memilikinya. Sebagai contoh belajar tentang komputer dengan memanfaatkan software yang ada;
2. Hak atas keahlian komputer;
Pada awal komputer dibuat, terdapat kekhawatiran yang luas terhadap masyarakat akan terjadinya pengangguran karena beberapa peran digantikan oleh komputer. Tetapi pada kenyataannya dengan keahlian di bidang komputer dapat membuka peluang pekerjaan yang lebih banyak;
3. Hak atas spesialis komputer;
Pemakai komputer tidak semua menguasai akan ilmu yang terdapat pada komputer yang begitu banyak dan luas. Untuk bidang tertentu diperlukan spesialis bidang komputer, seperti kita membutuhkan dokter atau pengacara;
4. Hak atas pengambilan keputusan komputer;
Meskipun masyarakat tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai bagaimana komputer diterapkan, namun masyarakat memiliki hak tersebut.

b.                  Hak Atas Informasi
Berikut ini hak setiap orang atas informasi menurut Richard O. Masson):
1. Hak atas privasi;
Sebuah informasi yang sifatnya pribadi baik secara individu maupun dalam suatu organisasi mendapatkan perlindungan atas hukum tentang kerahasiaannya.
2. Hak atas Akurasi;
Komputer dipercaya dapat mencapai tingkat akurasi yang tidak bisa dicapai oleh sistem nonkomputer, potensi ini selalu ada meskipun tidak selalu tercapai.
3. Hak atas kepemilikan;
Ini berhubungan dengan hak milik intelektual, umumnya dalam bentuk program-program komputer yang dengan mudahnya dilakukan penggandaan atau disalin secara ilegal. Ini bisa dituntut di pengadilan.
4. Hak atas akses;
Informasi memiliki nilai, dimana setiap kali kita akan mengaksesnya harus melakukan account atau izin pada pihak yang memiliki informasi tersebut. Sebagai contoh kita dapat membaca data-data penelitian atau buku-buku online di internet yang diharuskan membayar untuk dapat mengaksesnya.


II.III    PENTINGNYA ETIKA BERINTERNET
Sejak awal peradaban,manusia selalu termotivasi memperbaharui teknologi yang ada. Hal ini merupakan perkembangan yang hebat dan terus mengalami kemajuan. Dari semua kemajuan yang signifikan yang dibuat oleh manusia  sampai saat ini,mungkin hal yang terpenting adalah perkembangan internet.Pemakai internet telah mengalami kemajuan yang sangat signifikan dalam beberapa tahun belakangan ini. Jumlah paket data yang mengalir lewat internet, telah mengalami peningkatan yang dramatis.
Dan sebagaimana dunia nyata, internet sebagai dunia maya juga banyak mengandung tangan-tangan usil, baik untuk mendapat keuntungan materi maupun sekedar iseng,dan untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu dibuatkan suatu aturan-aturan atau etika beraktifitas dalam dunia maya tersebut, Beberapa alasan mengenai pentingnya etika dalam dunia maya adalah sebagai berikut:
1.      Bahwa pengguna internet berasal dari berbagai negara yang mungkin memiliki budaya, bahasa dan adat istiadat yang berbeda-beda. Bahkan dalam suatu Negara pun tentunya masing-masing pribadi memiliki sifat, cara berbicara,menulis,dan rasa humor yang berbeda.
2.       Pengguna internet merupakan orang-orang yang hidup dalam dunia anonymouse,yang tidak mengharuskan pernyataan identitas asli dalam berinteraksi. Hal ini membuat kita tidak mengenal dalam arti kata yang sesungguhnya atau bahkan satu penguna dunia maya mungkin tidak akan pernah bertatap muka dengan pengguna yang lain.
3.      Berbagai macam fasilitas yang diberikan dalam internet memungkinkan seseorang untuk bertindak tidak etis atau suka iseng dengan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan.
4.      Harus diperhatikan bahwa pengguna internet akan selalu bertambah setiap saat dan memungkinkan masuknya “penghuni” baru diduniamaya tersebut. Mungkin saja penghuni baru tersebut tidak mengetahui bagaimana seharusnya bergaul dengan baik dan benar.

A.      Pengaruh Teknologi Informasi Terhadap Psikologi

Cepatnya perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi pola berpikir dan sikap perilaku masyarakat Indonesia pada umumnya dan para pengguna komputer pada khususnya. Hal ini lebih dirasakan terlebih lagi dalam dunia pendidikan dan perkantoran, karena teknologi informasi menyediakan akses informasi yang dapat secara langsung mendukung pelaksanaan kegiatan belajar dan mengajar.

Dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari yang berhubungan dengan tugas dan pekerjaan maka dipandang perlu untuk memiliki sikap dan moral dalam menggunakan teknologi informasi, serta pengaruh psikologi dalam perkembangan teknologi informasi terhadap individu.
Teknologi informasi adalah istilah umum yang menjelaskan teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi. TI menyatukan komputasi dan komunikasi berkecepatan tinggi untuk data, suara, dan video. Contoh dari Teknologi Informasi bukan hanya berupa komputer pribadi, tetapi juga telepon, TV, peralatan rumah tangga elektronik, dan peranti genggam modern (misalnya ponsel). Interconnected-networking atau yang biasa dikenal dengan internet ialah rangkaian komputer yang terhubung di dalam beberapa rangkaian. Manakala Internet (huruf 'I' besar) ialah sistem komputer umum, yang berhubung secara global dan menggunakan TCP/IP sebagai protokol pertukaran paket (packet switching communication protocol). Rangkaian internet yang terbesar dinamakan Internet. Cara menghubungkan rangkaian dengan kaedah ini dinamakan internetworking.

Berbagai aspek yang kiranya akan terpengaruh akan diuraikan berikut ini:
1.      Perbedaan kepribadian pria dan wanita
Kehadiran komputer dan internet telah merubah dunia kerja, dari tekanan pada kerja otot ke kerja otak. Kini semakin banyak pekerjaan kaum pria yang dijalankan oleh kaum wanita. Banyak pakar yang berpendapat bahwa kini semakin besar porsi wanita yang memegang posisi sebagai pemimpin, baik dalam dunia pemerintahan maupun dalam dunia bisnis. Bahkan perubahan perilaku ke arah perilaku yang sebelumnya merupakan pekerjaan pria semakin menonjol.
2.      Perkembangan kognitif
Berbeda dengan menonton televisi yang para penonton bersifat pasif, internet dan permainan elektronik sangat bersifat interaktif. Diduga internet dan permainan elektronik dapat merangsang pertumbuhan kecerdasan anak-anak dan orang dewasa.
3.      Perkembangan seksualitas
Selain dapat digunakan untuk berpacaran melalui progam internet relay chatting (IRC), internet dapat pula digunakan untuk mengakses gambar dan filem porno. Walaupun gambar porno dan cerita porno dapat diperoleh dari berbagai sumber, kehadiran internet semakin menyemarakkan perolehan pronografi tersebut.
4.      Kecemasan teknologi
Ketakutan akan listrik mati, pesawat akan tabrakan, uang di bank hilang, senjata nuklir menembakkan peluru tanpa terkendali. Itu adalah beberapa contoh ketakutan di awal millenium ini. Selain itu ada kecemasan skala kecil akibat teknologi komputer. Kerusakan komputer karena terserang virus, kehilangan berbagai file penting dalam komputer inilah beberapa contoh stres yang terjadi karena teknologi. Rusaknya modem internet karena disambar petir. Stres karena teknologi adalah salah satu sumber stres dalam kehidupan manusia. Tentu saja banyaknya informasi yang masuk melalui e-mail atau internet dapat pula menyebabkan information overload, dan ini menjadi sumber stres yang lain.
5.      Pola interaksi antar manusia
Kehadiran komputer pada kebanyakan rumah tangga golongan menengah ke atas telah merubah pola interaksi keluarga. Komputer yang disambungkan dengan tilpon telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia luar. Program internet relay chatting (IRC), internet, dan e-mail telah membuat orang asyik dengan kehidupannya sendiri. Selain itu tersedianya berbagai warung internet (warnet) telah memberi peluang kepada banyak orang yang tidak memiliki komputer dan saluran internet sendiri untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui internet. Kini semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya sendirian dengan komputer. Melalui program internet relay chatting (IRC) anak-anak bisa asyik mengobrol dengan teman dan orang asing kapan saja.
6.      Penggusuran manusia
Dalam kehidupan yang digerakkan oleh teknologi informasi (komputer dan internet) kesuksesan hidup didunia sangat tergantung pada penguasaan pengetahuan, dan kemampuan mengelola emosi, dan kemampuan mengelola hubungan sosial. Persingan dalam kehidupan, baik itu kehidupan bisnis, kehidupan bermasyarakat, maupun kehidupan individual sangat ditentukan oleh kemampuan berinovasi. Untuk bisa berinovasi diperlukan kreatifitas yang tinggi dan pengetahuan yang luas. Teknologi informasi telah meribah dunia kerja, dari kerja yang bertumpu pada otot ke pekerjaan yang bertumpu pada otak. Pekerjaan masa sekarang lebih menuntut karyawan yang berpengetahuan (knowledge workers). Kondisi ini akan membuat jurang sosial antara mereka yang berpengetahuan (know) dan yang tidak berpengetahuan (know-not). Mereka yang tidak memiliki pengetahuan akan tergusur dari dunia kerja (Tappscott, 1996).
7.      Kerahasiaan alat tes semakin terancam
Melalui internet kita dapat memperoleh informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat memperoleh layanan tes psikologi secara langsung dari internet. Program tes inteligensi seperti tes Raven, Differential Aptitudes Test dapat diakses melalui compact disk. Implikasi dari permasalahan ini adalah, tes psikologi yang ada akan mudah sekali bocor, dan pengembangan tes psikologi harus berpacu dengan kecepatan pembocoran melalui internet tersebut.


Dampak teknologi internet yang maju dengan pesat ini akan dan telah merubah pola kehidupan manusia. Walaupun saat ini baru sebagian orang yang sudah terbiasa menggunakan internet, namun kecepatan internet memasuki kehidupan manusia sunguh luar biasa. Teknologi informasi menyediakan akses informasi yang dapat secara langsung mendukung pelaksanaan kegiatan belajar dan mengajar. Dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari yang berhubungan dengan tugas dan pekerjaan maka dipandang perlu untuk memiliki sikap dan moral dalam menggunakan teknologi informasi, serta dampak psikologi dalam perkembangan teknologi informasi terhadap individu. Kita bisa menggunakan internet untuk yang bermanfaat seperti mencari tugas, jurnal, artikel, buku, dan lainnya. Serta mengakses informasi yang kita ketahui agar dapat diketahui orang banyak yaitu dengan cara memasukkan suatu informasi ini ke dalam tugas kita. 

 
BAB III
PEMBAHASAN

Perkembangan industri perfilman Indonesia memang unik. Bangkitnya film nasional yang ditandai banyaknya jumlah produksi film lokal dan peningkatan penjualan karcis bioskop, di satu sisi diwarnai proses pengeroposan besar-besaran yang kontraproduktif bagi perkembangan kreativitas.  Salah satu masalah terbesar adalah maraknya pelanggaran hak cipta film, khususnya pembajakan.

III.I     PENYEBAB DARI PEMBAJAKAN
Penggandaan VCD/DVD  secara ilegal tidak dapat dipandang sempit hanya dari satu sisi negatif. Ada beberapa dimensi permisif yang menyebabkan “penghalalan” tindakan tersebut, yaitu:
1.      Pembajakan adalah bentuk “perlawanan rakyat”, khususnya lapisan bawah terhadap harga VCD/DVD asli yang harganya terlampau mahal sehingga melemahkan daya beli. masyarakat  berpedoman: “selama masih bisa dihemat mengapa harus membeli yang mahal?”
2.      Orang membeli VCD/DVD bajakan karena VCD/DVD orisinal biasanya baru keluar beberapa bulan setelah filmnya diputar di bioskop. Bagi masyarakat kalangan menengah ke atas di perkotaan, akses menonton bioskop barangkali tak menjadi masalah. Namun sebagian masyarakat golongan “tak sabaran” yang sensitif harga dan minim akses, membeli VCD/DVD bajakan karena ingin cepat-cepat menonton filmnya. Dan pada kenyataanya, golongan “sensitif harga” atau “tak punya waktu ke bioskop” ini jumlahnya lebih banyak.
3.      VCD/DVD bajakan adalah “nyawa” bagi pedagang kakilima (beberapa diantaranya pedangang besar dengan gerai khusus, seperti di Glodok yang merupakan sentra pembajakan terbesar di Indonesia). Menjual VCD/DVD bajakan bagi mereka adalah satu-satunya usaha yang dianggap mampu menyambung hidup sehari-hari, termasuk untuk anak- istri. Sehingga bagaimanapun pihak kepolisian yang masih melestarikan “budaya kekeluargaan” juga mempunyai pertimbangan lain untuk menggelar razia setiap hari.
4.      Produsen VCD/DVD bajakan akan melakukan eksploitasi dan komersialisasi HAKI apabila biaya produksi marjinal untuk produk-produk film yang bermuatan HAKI jauh lebih kecil dari harga jual. Kompetisi usaha yang tidak sehat dan adanya permintaan dan daya beli yang tinggi, merupakan pendorong utama dilakukannya eksploitasi dan komersialisasi HAKI.

Tak peduli film asing atau buatan dalam negeri, film tersebut sukses atau tidak, bukan menjadi pertimbangan utama. Semuanya dibajak untuk kemudian dijual secara bebas atau disewakan di rental-rental. Hasil bajakan film nasional biasanya segera muncul beberapa hari setelah  tayangan perdananya diputar di bioskop. Untuk film impor, rata-rata sudah beredar satu bulan sebelum film aslinya diputar di bioskop. Di Jakarta saja, menurut penelusuran koran Kompas, saat ini diperkirakan setiap hari beredar sekitar 1.000.000 keping VCD/DVD bajakan, atau 30 juta sebulan
.
Meskipun produk-produk asli yang dicuri atau ditiru tersebut kebanyakan hasil karya atau kekayaan intelektual orang asing, namun tindakan pembajakan tersebut dapat melemahkan motivasi individu dan komunitas bisnis dalam negeri untuk melakukan kegitan produksi dan investasi di bidang perfilman.
Ironisnya, bukan hanya film mancanegara yang dibajak, sejak lama film lokal pun mengalami nasib sama. VCD bajakan Ada Apa dengan Cinta? misalnya tergolong sangat laris manis dan menjadi legenda di pasar gelap negeri ini. Menurut data dari ASIREVI, dua minggu setelah film ini dirilis ke pasaran, tepatnya mulai 21 Februari sampai 6 Maret, jumlah VCD/DVD yang berhasil digandakan oleh pembajak dalam satu hari bisa mencapai 200.000 keping VCD/DVD ilegal (Kompas, 2 April 2002 ).

Semua kasus pelanggaran HAKI di bidang film yang terjadi di tanah air nyaris “kebal” terhadap sentuhan hukum. Gejala ini tentu menimbulkan pertanyaan mendasar. Apakah betul-betul sistem hukum di negara kita sangat buruk sehingga seseorang atau sekelompok orang dapat dengan sesuka hatinya mengambil karya orang lain dan menyebarkan seluas-luasnya  tanpa ada aturan, teguran, peringatan, bahkan hukuman? Atau bisa jadi itulah gambaran kondisi mental masyarakat yang tidak memiliki kesadaran akan arti pentingya HAKI di bidang film.
III.II    ASPEK – ASPEK PROSES PEMBAJAKAN
Dalam perspektif manajemen media, pembajakan film lewat VCD/DVD  melibatkan banyak aspek. Mulai aspek produksi, distribusi, hingga konsumsi film. Proses pembajakan menciptakan “jaring-jaring kehidupan” antara produsen, distributor, dan konsumen. Tindakan pembajak senantiasa bermotif ekonomi. Sayangnya, hubungan simbiosis tersebut tercipta dalam ranah ilegalitas, baik dari segi etis maupun yuridis.
1.      Aspek produksi, menyangkut teknis penggandaan VCD/DVD dengan sarana material berupa alat-alat produksi hasil temuan teknologi masa kini. Juga konteks sosial dan politik  yang berperan di dalamnya. Law enforcement serta regulasi produksi film yang ada aat ini belum atau bahkan tidak maksimal sama sekali sehingga tindakan pembajakan seolah tidak pernah tersentuh oleh peraturan normatif, dalam hal ini sanksi hukum.
2.      Aspek distribusi, menyangkut bagaimana produsen berhubungan dengan distributor untuk mengedarkan VCD/DVD  bajakannya hingga sampai ke tangan konsumen. Setidaknya meliputi negosiasi antara Produser-Distributor menyangkut banyak hal seperti penentuan wilayah edar, jangka waktu edar, pola pemasaran, karakteristik audiens yang dituju, hak eksplotasi dan sebagainya. Aspek pemasaran juga melibatkan jaringan bisnis yang dibangun oleh pemasok kepada pengecer VCD/DVD  bajakan dari pusat hingga sampai  ke pengecer di pinggir-pinggir jalan.
3.      Aspek konsumsi film, menyangkut bagaimana konsumen bisa menikmati VCD/DVD bajakan dilihat dari segi kepuasan, atau berapa banyak mereka biasanya menghabisakan uang untuk membeli VCD/DVD  ilegal tersebut.  Dari gejala ini sini muncul pola yang bisa dilihat antara lain; banyaknya niat orang yang ingin membajak film berarti paralel dengan sifat penasaran banyak orang yang ingin melihat film. Produsen juga mampu menciptakan permintaan pasar melalui pembentukan otoritas yang seimbang antara produsen dengan konsumen. Otoritas ini menimbulkan mekanisme pasar yang seimbang pula dengan ketersediaan banyak variasi dan ragam VCD/DVD bajakan. Baik dari berbagai genre film, seperti kategorisasi VCD/DVD bajakan untuk film anak, film seri, film box office, bahkan film seks sekalipun.
III.III PENGERTIAN HAKI DAN DASAR HUKUMNYA
.Jika didefinisikan secara operasioanl, HAKI adalah hak atas kekayaan yang muncul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Penemuan  atau karya  itu lahir atau dihasilkan oleh manusia melalui kemampuan intelektualnya, yaitu berupa daya, cipta, rasa, dan karsa di bidang ilmu pengetahuan,seni, sastra maupun teknologi(Umar dalam Saudi, 2001: 117) .
Pun demikian halnya HAKI di bidang film, hak itu lahir atau dihasilkan oleh manusia melalui kemampuan intelektualnya yang berupa daya, cipta, rasa, dan karsa dalam kaitannya dengan produk film (dari konsep hingga bentuk jadi), yang di dalamnya mengandung unsur-unsur yang harus dihormati oleh orang lain. Tidak semata-mata hak intelektual, tetapi menyangkut juga hak ekonomi yang meliputi hak cipta, hak paten, hak merk dan sebagainmya.
Di Indonesia, sumber utama hukum HAKI adalah Undang-undang Nomor 6 tahun 1987, kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987. Yang terakhir adalah Undang-ndang Nomor 12 Tahun 1997, yang diundangkan pada tanggal 7 Mei 1997. Sebenarnya Indonesia sudah memiliki undang-undang perfilman, yaitu Undang-undang No. 8 tahun 1992 dan , namun seiring perkembangan kebutuhan dan tuntutan penyelesaian permasalahan di lapangan, undang-undang tersebut terbukti tidak mampu memberi jawaban atas berbagai persoalan. Fungsi regulasi tidak banyak bisa diandalkan dalam menghadapi kasus-kasus pelanggaran hak cipta, seperti penggandaan DVD secara ilegal ini.
Selain itu, terdapat dua peraturan Pemerintah sebagai pedoman pelaksanaannya, yaitu Peraturan pemerintah Nomor 14 tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta, yang telah diperbarui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian, dan pengembangan Penelitian yang pada dasarya mengatur operasionalisasi ketentuan mengenai lisensi wajib di bidang hak cipta(Compulsory Licensing).

Sebagai konsep hukum, HAKI memberikan landasan pengaturan atas pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak atas karya-karya yang dihasilkan dari kemampuan intelektualitas manusia. Jika pelanggaran terhadap HAKI dilakukan, maka secara hukum akan dikenai sanksi kurungan dan biaya. Hal ini sangat jelas terlihat dalam UU HAKI baik yang lama maupun baru. Dalam pasal 44 Bab VI Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1987 Tentang hak Cipta misalnya, pelanggarannya dikatagorikan sebagai tindak pidana. Para pelanggarnya  dikenai sanksi hukum kurtungan selama maksimal tujuh tahun dan membayar denda dari Rp. 15.000.000,00 hingga Rp.100.000.000,00. Secara internasional, Indonesia juga telah menandatangai berlakunya kesepakatanTrade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPS) dalam persetujuan Putaran Uruguay di Marakesh, Maroko, tahun 1994 silam. Kemudian direalisasikan sejak 1 Januari 2000 lalu (Kompas, 3 Januari 2000). Namun dalam praktik sungguh ironis, saat diberlakuannnya undang-undang internasional tersebut, Indonesia justru mendapat corengan muka yang boleh dikatakan sangat memalukan. Apa pasal?
Political and Economic Risk Consultancy (PERC), sebuah lembaga konsulltan yang bermarkas di Hongkong, melakukan survei  melibatkan sejumlah ekspatriat yang bertugas di sepuluh negara Asia. Hasilnya, dalam hal kualitas sistem HAKI, skor untuk Indonesia adalah 9,82 (skor dimulai dari angka 0 berarti terbaik hingga 10 yang berarti terburuk). Untuk jaminan perlindungan HAKI, Indonesia berada di urutan ke-9 yang berarti sering terjadi pelanggaran. Posisi yang menempatkan negara kita hanya sedikit lebih unggul dari Cina (Kompas, 9 Januari 2000).

Sebelumnya, menurut laporan tahunan Specila 301 yang dikeluarkan oleh kantor perwakilan perdagangan AS (United States Trade Representative/USTR), Indonesia merupakan satu-satunyua negara anggora ASEAN yang masuk dalam priority watch list USTR untuk kasus-kasus pelanggaran HAKI. Pelanggran tersebut terutama disebabkan tingginya pembajakan VCD/DVD  sejak tahun 1998 (Kompas, 7 Juli 1999)
Mengenai status pengawasan tersebut, selengkapnya USTR membagi menjadi tiga kategori, yaitu watch list (daftar negara yang dipantau), priority watch list (daftar negara yang diprioritaskan untuk diawasi), dan priority foreign country (negara yang gerbukti bersalah sehingga perlu diberi sanksi perdagangan).

Dengan masuknya Indonesia ke dalam status priority watch list, berarti secara empiris garfik pelanggran HAKI di Indonesia semakin meningkat. Sebelumnya Indonesia masih termasuk dalam status watchlist (walaupun sejak tahun 1988 hal ini sudah terjadi berkali-kali).
Banyak pengamat film memprediksi, seiring munculnya VCD/DVD  bajakan yang semakin marak dan tidak diambil langkah tegas oleh para  penegak hukum, maka tidak tertutup kemungkinan status Indonesia akan meningkat menjadi priority foreign country.
Jika bangsa Indonesia berkomitmen untuk menerapkan sistem perlindungn HAKI di bidang perfilman secara konsekuen, secara makro hal ini akan memberikan keuntungan bagi pertumbuhan ekonomi nasional, terutama dari hasil produksi film dalam negeri. Hasil positif itu antara lain: 1. Meningkatkan kinerja dalam menghasilkan karya yang lebih inovatif (empowermnet); 2. Meningkatkan daya saing(competition); 3. Meningkatkan pendapatan (income); dan 4. Meningkatkan investasi(investation).


III.IV LEMAHNYA SANKSI HUKUM

Lepas dari persoalan kultur dan mental, sebenarnya banyak kendala yang melingkupi ruwetnya sistem hak cipta di Indonesia. Akar permasalahan bersumber dari lemahnya infrastruktur yang ada, terutama sistem hukum yang nyaris tidak berjalan. Celakanya, dalam upaya penyelesaian, kendala teknis selalu mengemuka bila bersentuhan dengan kondisi riil bangsa yang mengalami krisis multidimensi. Akibatnya, hampir semua keterpurukan selalu dikaitkan dengan dana yang terbatas sehingga sulit menemukan titik temu bagaimana solusi terbaik yang seharusnya dilakukan. Malah, bangsa kita gemar sekali mencari kambing hitam atas segala permasalahan yang timbul, tanpa pernah mencoba dengan penuh legawamerefleksikan kesalahan itu sebagai suatu bentuk introspeksi.

Demikian halnya dengan perlindungan terhadap hak cipta film. Ada kesan yang seolah dibangun pemerintah bahwa penyelesaian persoalan politik jauh lebih penting dari pada sekadar mengurusi “nasib” pembajakan. Daya beli masyarakat yang rendah akibat krisis ekonomi juga menjadi alat justifikasi pembajakan. Mahalnya sebuah produk asli seakan-akan mendorong masyarakat untuk berpikir “kreatif” bagaimana mendapatkan barang yang sama dengan harga murah. Walhasil tindakan pembajakan dianggap sah.

Apalagi jika dilihat dari political will para politisi di DPR saat menerima keluhan tentang banyaknya peredaran VCD/DVD bajakan beberapa waktu lalu. Dengan enteng mereka menjawab bahwa kehadiran VCD/DVD bajakan telah menjadi hiburan yang murah meriah bagi rakyat, sehingga untuk apa mengganggu kesenangan rakyat yang sudah banyak menderita oleh banyaknya persoalan bangsa ini? Sebuah kredo yang terdengar “manis”, tetapi sangat membahayakan bagi eksistensi kreativitas di negeri ini.

Dalam perkembangannya, pembajakan yang disupport oleh penguasa dan dimotori oleh media dapat  menciptakan budaya baru dalam masyarakat yang lazim disebut sebagai budaya massa. Bauman (1972) mengatakan bahwa budaya massa adalah konsekuensi yang tidak dapat ditolak dari munculnya pasar, tersedianya teknologi, dan dominasi organisasi besar .
Parahnya, situasi ini didukung oleh pertimbangan ekonomis masyarakat yang berpedoman; “Selama masih bisa dihemat mengapa harus membeli yang mahal?”.
Perilaku konsumsi masyarakat terhadap media, khusunya film selain dipengaruhi oleh selera juga tergantung daya beli. Terkait dengan asas tersebut muncullah istilahpurchasing power yang mempengaruhi konsumsi film. Artinya, sebelum membeli VCD/DVD bajakan, konsumen dihadapkan pada tiga pilihan, yaitu membeli, menunda, atau tidak membelinya. Pada level ini digambarkan bahwa keputusan membeli berada dalam deret pilihan pembelian produk-produk yang lain, termasuk VCD/DVD  orisinal. Pilihan semacam ini mendorong produsen VCD/DVD bajakan menciptakan barang produksinya semirip mungkin dan semurah mungkin, bahkan jika bisa dengan kualitas yang sama. Akibatnya dengan pola pikir ekonomi, ditunjang dengan daya beli yang cenderung rendah, masyarakat lebih memilih VCD/DVD bajakan. Disinyalir, karena pertimbangan skala prioritas itulah konsumen kadang lupa bahwa barang yang dibeli atau disewanya adalah barang ilegal dan proses penciptaannya telah melanggar hukum.
Begitulah, berbagai persoalan kompleks menyebabkan HAKI di bidang film masih belum bisa dimengerti secara penuh di Indonesia. Tak heran jika VCD/DVD bajakan masih sangat umum dan wajar di negara kita. Padahal dilihat dari sisi objektif, pembajakan yang membudaya pada hakikatnya sangat menghambat perkembangan kemajuan karya perfilman di tanah air.

Kerugian material akibat pembajakan film juga tidak main-main hingga mencapai trilyunan rupiah. Belum lagi dengan adanya pembajakan tersebut telah menghambat penerimaan negara melalui pajak dan investasi industri. Selain itu, pemabjakan mendorong pengebirian kretivitas karena royalti yang seharusnya diterima para pembuat film, raib entah ke mana.
Munculnya fenomena VCD/DVD bajakan  tidak datang begitu saja bila tidak dibarengi harga VCD/DVD Player yang juga semakin murah. Berbagai merek DVD Player ditawarkan dengan harga mulai sekitar Rp 175.000 hingga jutaan rupiah. Bahkan kadangkala pembayarannya pun bisa dicicil. Selain itu, usaha persewaan VCD/DVD  bajakan dan player pun mudah dijumpai di berbagai tempat, baik di kota besar maupun di kota-kota kecil. Untuk menyewa VCD/DVD  bajakan hanya membutuhkan biaya Rp 1.000 – Rp 3.000 perkeping judulnya.
Dilihat dari kacamata hukum HAKI, harga VCD/DVD  bajakan bisa jauh lebih murah karena konsumen tak perlu membayar royalti, berbagai pajak serta biaya operasional lainnya. Produsen juga tak perlu berpromosi untuk melariskan barang dagangannya.
Dalam konteks maraknya kasus pelanggaran HAKI, dapat dinilai bahwa perilaku masayarakat kita sunguh membingungkan. Dulu, di tahun 1951, Indonesia menyatakan keluar dari Benre Convention (sebuah konvensi tentang hak cipta) yang bertuuan agar dapat melakukan “penjiplakan” besar-besaran dalam upayanya melakukan alih teknologi. Ternyata peluang tersebut tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, padahal saat itu sangat memungkinkan, bahkan ditolerir untuk melakukan peniruan dan penjiplakan.
Negara-negara lain seperti Jepang dan Jerman memanfaatkan peluang tersebut secara maksimal. Dan hasilnya, mereka sekarang menjadi sangat maju dalam menguasai teknologi.
BAB IV
KESIMPULAN

Evaluasi tentang berhasil tidaknya Indonesia dalam perlindungan HAKI di bidang film akan terus menjadi dialektika yang tidak usang, bukan hanya dalam pencarian jawaban “berhasil” atau “tidak” mengadili pembajak DVD dan menjebloskan ke penjara, tetapi berhasilnya perlindungan HAKI di bidang film di Indonesia pada konteks saat ini sebenarnya lebih pada upaya yang terus menerus untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAKI lebih banyak lagi. Dengan kata lain, pembajakan atas hak kekayaan intelektual perlu dihentikan.
Persoalan HAKI di bidang film ini sangat penting untuk dijadikan perhatian mengingat hingga detik ini, masyarakat Indonesia belum memiliki kesadaran akan pentingnya penghormatan atas hak atas karya intelektual orang lain sebagai konsekuensi etis maupun yuridis. Salah satunya dapat dilihat dari carut marutnya perlakuan bangsa kita terhadap hak cipta perfilman. Mulai dari pembajakan kelas teri alias contek-menyontek ide hingga pembajakan kelas kakap yang sangat merugikan negara.
Karenanya, sistem hukum HAKI kita harus mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi eksploitasi dan komersialisasi karya-karya intelektual yang bermuatan HAKI. Sistem HAKI di bidang film misalnya, harus mampu menekan serendah mungkin biaya-biaya hukum (legal cost) dalam pengurusan pendaftaran dan pengalihan HAKI maupun biaya-biya kontrak (transaction) yang berkaitan dengan lisensi (licensing),usaha patungan (joint venture), maupun waralaba (franchaising). Prosedur impor dan hak edar film asing misalnya harus cepat, murah, dan tidak koruptif.


 Makalah ini merupakan makalah kelompok 8 dalam mata kuliah Sistem Teknologi Informasi yang beranggotakan WENDY, NOFRIDA, DEBORA, FRASISCA. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca yah.... dan semoga gue dan teman-teman dapat nilai bagus yah minimal A, hahahhahahaa.....