BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Pada era
globalisasi seperti sekarang ini sudah banyak berkembangnya teknologi informasi
yang canggih dan mutakhir. Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan,
menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk
menghasilkan informasi yang
berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang
digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan
informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi yang
memanfaatkan komputer sebagai perangkat utama untuk mengolah data menjadi informasi yang bermanfaat.
Teknologi – teknologi ini pada dasarnya dibuat untuk
membantu dan mempermudah pekerjaan manusia dalam kegiatan sehari – hari. Namun
dalam kenyataannya teknologi – teknologi ini berkembang begitu pesatnya
sehingga mampu mengatur pola kehidupan manusia modern. Contohnya saja teknologi
informasi yang mampu mengatur kehidupan manusia disegala bidang seperti sosial,
ekonomi, hukum, dan politik bahkan aspek kehidupan yang bersifat keagamaan.
Begitu pesatnya perkembangan teknologi informasi di era globalisasi seperti
sekarang ini justru menimbulkan permasalahan baru yang menyangkut aspek – aspek
kehidupan manusia contohnya saja etika dan moral. Banyak orang – orang yang
tidak bertanggung jawab memanfaatkan perkembangan teknologi informasi ini dengan melakukan hal – hal yang dapat melanggar etika dan
moral manusia dalam kehidupan. Contohnya saja seperti kasus yang ingin kami
angkat yaitu tentang pembajakan film.
Pembajakan
memiliki arti alternatif; mengambil hasil ciptaan orang lain tanpa
sepengetahuan atau seizinnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka ). Dari uraian gramatikal tersebut ada beberapa tindakan yang
kontraproduktif, yaitu; tidak jujur, curang, tidak sah, mencuri, menipu dan
manipulasi. Dengan melihat arti verbal dan kandungan moralitas dari sederet
kata-kata sandang di atas, penegasannya harus diikuti oleh peraturan hukum
formal yang verbal pula. Pembajakan merupakan hal yang sangat menakutkan bagi
para pekerja seni, dalam hal ini khususnya para sineas Indonesia. Bagaimana
tidak, setiap karya – karya yang telah mereka buat dengan mudahnya saja
“dibajak” oleh orang –
orang yang tidak bertanggung jawab. Banyak kerugian yang harus ditanggung para
pekerja seni dan juga negara atas kasus pembajakan ini. Untuk itulah analisis kasus
pembajakan sangat terkait dengan aspek hukum.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
II. I
DEFINISI MORAL DAN ETIKA
Moral adalah
tradisi kepercayaan mengenai perilaku yang benar dan yang salah. Meskipun
masyarakat di sekeliling dunia tidak semua mengikuti seperangkat moral yang
sama, namun terdapat kesamaan di antara semuanya yaitu melakukan apa yang
secara moral benar.
Etika berasal dari
bahasa Yunani ”Ethos” yang berarti karakter. Secara umum etika adalah
sekumpulan kepercayaan, standar, atau teladan yang mengarahkan yang merasuk
pada ke dalam seseorang atau masyarakat. Etika bisa bervariasi dari suatu
komunitas dengan yang lain.
Etika dalam berinternet bisa
disebut dengan CYBER ETHICS ( etika
cyber ). Cyber ethic adalah suatu aturan tak tertulis yang dikenal didunia IT.
Suatu nilai – nilai yang disepakati bersama untuk dipatuhi dalam interaksi
antar pengguna teknologi khususnya teknologi informasi. Tidak adanya batas yang
jelas secara fisik serta luasnya penggunaan IT di berbagai bidang membuat
setiap orang yang menggunakan teknologi informasi diharapkan mau mematuhi cyber
ethics yang ada. Cyber ethics memunculkan peluang baru dalam bidang pendidikan,
bisnis, layanan pemerintah, dengan adanya kehadiran internet. Sehingga
memunculkan netiket / nettiquette yaitu salah satu etika acuan dalam
berkomunikasi menggunakan internet, berpedoman pada IETF ( The Internet
Engineering Task Force ), yang menetapkan RFC ( nettiquette guidelies dalam
request for comment).
Etika kehidupan berbangsa dan
bernegara yang semula mudah sekali disosialisasikan karena orang berinteraksi
secara langsung secara fisik, maka dalam dunia cyber upaya mensosialisasikan
cyber ethics menjadi sulit sekali dilakukan karena jangkauan teritorinya sudah
jauh lebih luas. Sebenarnya cyber ethics dapat ditelaah dan dimengerti oleh
pengguna internet, jika disadari
terdapat etika kehidupan normal yang berlaku. Manusia tentu tak ingin dirugikan
dalam kehidupannya, di dunia maya hal itu pun mungkin terjadi dan saat itulah
terjadi pelanggaran cyber ethics. Komunitas maya
terus berkembang, maka muncul pula anggota baru yang disebut “newbies”. Sesama
anggota baik yang lama maupun yang baru akan berinteraksi. Layaknya sebuah
keluarga, ada anggota keluarga yang nakal atau jahil dan ada pula yang baik.
Interaksi tersebut terus terjadi hingga hari ini.
Etika-etika melahirkan aturan yang lebih kompleks. Etika apapun bentuknya
adalah satu kesepakatan yang menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang
berbudaya dalam bersosialisasi. Manusia ingin dihargai sebagaimana ia berusaha
menghargai orang lain.
II.II HUBUNGAN ANTARA
ETIKA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI
Etika disebut juga filsafat moral yang berbicara tentang tindakan manusia,
lalu apa kaitan etika dengan teknologi informasi? Di zaman yang serba canggih
ini banyak komunitas atau kelompok yang menggunakan teknologi informasi untuk
mempermudah segala urusan baik dari segi komunikasi atau segi bisnis, seperti
contoh jejaring sosial maupun aplikasi – aplikasi perusahaan.
Dengan adanya teknologi
informasi seperti ini membuat manusia bisa berinteraksi dengan siapa saja
melalui dunia maya tanpa harus mengeluarkan biaya dan waktu yang lama, dan
dengan adanya teknologi website manusia bisa melihat dan menggali informasi
dari seluruh penjuru dunia, dengan kata lain tidak ada informasi yang dapat
dikatakan rahasia.
Atas dasar itulah diperlukannya etika yang bisa mengatur
segala yang berhubungan dengan teknologi informasi. Dengan adanya etika
teknologi informasi manusia dapat melihat aturan – aturan yang tidak mutlak
namun dapat diemban sebagai pedoman bagi pekerja teknologi informasi.
Sebagai contoh yang negatif :
Ø
Larangan
mengakses data tanpa izin
Ø
Larangan meng-crack aplikasi
Ø
Larangan
mengakses situs yang tidak layak
Ø
Pembajakan dll
Sebagai contoh yang positif :
Ø
Menshare ilmu
- ilmu yang bermanfaat untuk orang lain
Ø
Menginfokan
hal – hal yang berguna bagi masyarakat luas
Ø
Mempermudah
pekerjaan
Cara meminimalisir dampak negatif terhadap teknologi
info rmasi yaitu dengan:
v
Banyak mempelajari ilmu – ilmu yang bermanfaat atau membaca
buku – buku pengetahuan
v
Peran
pemerintah sangat diperlukan
v
Orang tua
harus mengontrol segala aktivitas anaknya
v
Perlu adanya
kesadaran semua pihak atas pentingnya cyber ethics
Cara menanamkan etika dalam penggunaan teknologi informasi yaitu dengan:
v
Dimulai sejak
dini, dan dengan adanya etika kita sudah dapat membedakan antara yang baik dan
yang buruk dalam menggunakan teknologi informasi
v
Menghargai
hasil karya orang lain sehingga mencegah terjadi pembajakan atau plagiarisme
v
Dengan
mentaati aturan dan undang – undang yang berlaku dalam hal ini adalah UU ITE
v
Selalu
melakukan kegiatan yang positif
A. Etika dan Moral dalam Menggunakan
Teknologi Informasi dan Komunikasi
Etika adalah ajaran
tentang baik dan buruknya sesuatu, sedangkan moral adalah aspek kejiwaan yang
sangat erat berhubungan dengan sikap dan perilaku seseorang. Etika dan moral
sangat erat berkaitan artinya, orang yang memahami dan berperilaku sesuai
dengan ajaran moral, berarti orang itu beretika tinggi. Orang yang beretika
tinggi dapat dikatakan orang itu bermoral tinggi begitu pula sebaliknya,
misalnya, orang yang bermoral dan beretika tinggi akan selalu menghargai hak
cipta orang lain. Artinya, dia tidak akan berbuat sesuatu yang dapat merugikan,
baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap hak cipta orang lain.
1. Hak Cipta
Perangkat Lunak
Hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta
atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.Keberadaan teknologi informasi dan
komunikasi khususnya komputer sangat dibutuhkan oleh masyarakat guna
mempercepat dan mempermudah penyelesaian tugas (pekerja) sehari-hari.
2. Menghargai
Kreasi Orang Lain
§ Tidak membajak,
menyalin, atau menggandakan tanpa izin.
§ Tidak
menyalahgunakan dalam bentuk apa pun.
§ Tidak mengubah,
mengurangi, atau menambah hasil karya orang lain.
B. Implikasi
Etika Komputer
Etika
komputer adalah analisis mengenai sifat dan dampak sosial teknologi komputer,
serta formulasi dan justifikasi kebijakan untuk menggunakan teknologi tersebut
secara etis. Dalam isu-isu pokok etika komputer, ada beberapa isu yang yang
dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
• Kejahatan komputer (Computer crime), yaitu kejahatan
yang dilakukan dengan komputer sebagai basis teknologinya.
• E-Commerce yaitu Otomatisasi bisnis dengan internet dan
layanannya, mengubah bisnis proses yang telah ada dari transaksi konvensional
kepada yang berbasis teknologi, melahirkan implikasi negative; bermacam
kejahatan, penipuan, kerugian.
• Cyber Ethics, yaitu Implikasi dari INTERNET (
Interconnection Networking ), memungkinkan pengguna IT semakin meluas, tak
terpetakan, tak teridentifikasi.
• Tanggung Jawab Profesi, yaitu Sebagai bentuk tanggung
jawab moral, perlu diciptakan ruang bagi komunitas yang akan saling
menghormati. Misalnya IPKIN ( Ikatan Profesi Komputer & Informatika-1974 )
• Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), yaitu
Masalah pengakuan hak atas kekayaan intelektual. Pembajakan, cracking, illegal
software dan sebagainya. Menurut James H. Moor, alasan pentingnya etika
komputer ada 3, yaitu :
1. Kelenturan Logika (Logical Malleability)
Kelenturan logika oleh Moor adalah kita mampu memprogram
komputer untuk melakukan apapun yang kita inginkan. Komputer bekerja akurat
seperti yang diinstruksikan programernya. Masyarakat tidak perlu khawatir
terhadap teknologi komputer karena apabila komputer digunakan untuk aktivitas
yang tidak etis, maka orang yang berada di belakang komputer yang harus
dipersalahkan.
2. Faktor Transformasi
Alasan etika komputer menjadi demikian penting karena
terbukti bahwa penggunaan komputer telah mengubah secara drastis cara-cara kita
dalam melakukan sesuatu. Inilah yang dimaksud faktor transformasi. Kita bisa
melihat jelas transformasi yang terjadi dalam cara melakukan tugas-tugas
perusahaan. Contohnya : surat elektronik (E-mail). E-mail sangat membantu
mengirim data-data atau tugas-tugas kepada orang yang akan kita tuju tanpa
harus mendatangi orang tersebut. Dengan adanya E-mail masyarakat jadi lebih
mudah dan tidak perlu lagi mengirim melalui kantor pos.
3. Faktor Tidak Terlihat (Invisibility Factor) / Faktor
Tak Kasat Mata
Alasan ketiga perlunya etika komputer karena umumnya
masyarakat menganggap komputer sebagai “kotak hitam” karena semua operasi
internal komputer tidak dapat dilihat secara langsung. Tersembunyinya operasi
internal komputer membuka peluang untuk membuat program secara sembunyi,
membuat kalkulasi kompleks diam-diam, bahkan penyalahgunaan dan pengrusakan
tidak terlihat.
C. Implikasi Etika
Berinternet
Aplikasi
etis komunikasi virtual banyak menggunakan beberapa pedoman etika dalam
penggunannya, namun etika yang paling populer digunakan adalah etika keluaran
Florida University Amerika (FAU) dan seorang netters Verginia Shea. Pada versi
FAU beberapa etika yang dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Internet tidak digunakan sebagai sarana kejahatan bagi
orang lain, artinya pemanfaatan internet semestinya tidak untuk merugikan orang
lain baik secara materiil maupun moril.
2. Internet tidak digunakan sebagai sarana mengganggu
kinerja orang lain yang bekerja menggunakan komputer. Contoh riil adalah
penyebaran virus melalui internet.
3. Internet tidak digunakan sebagai sarana menyerobot atau
mencuri file orang lain.
4. Internet tidak digunakan untuk mencuri, contoh
pengacakan kartu kredit dan pembobolan kartu kredit.
5. Internet tidak digunakan sebagai sarana kesaksian
palsu.
6. Internet tidak digunakan untuk mengcopy software tanpa
adanya pembayaran.
7. Internet tidak digunakan sebagai sarana mengambil
sumber-sumber penting tanpa adanya ijin atau mengikuti aturan yang berlaku.
8. Internet tidak digunakan untuk mengakui hak intelektual
orang lain.
9. Bertanggung jawab terhadap isi pesan yang disampaikan.
a.
Hak Atas Komputer
Berikut ini hak sosial dan komputer menurut Deborah
Johnson:
1. Hak atas akses komputer;
Yaitu setiap orang berhak untuk mengoperasikan komputer
dengan tidak harus memilikinya. Sebagai contoh belajar tentang komputer dengan memanfaatkan
software yang ada;
2. Hak atas keahlian komputer;
Pada awal komputer dibuat, terdapat kekhawatiran yang luas
terhadap masyarakat akan terjadinya pengangguran karena beberapa peran
digantikan oleh komputer. Tetapi pada kenyataannya dengan keahlian di bidang
komputer dapat membuka peluang pekerjaan yang lebih banyak;
3. Hak atas spesialis komputer;
Pemakai komputer tidak semua menguasai akan ilmu yang
terdapat pada komputer yang begitu banyak dan luas. Untuk bidang tertentu
diperlukan spesialis bidang komputer, seperti kita membutuhkan dokter atau
pengacara;
4. Hak atas pengambilan keputusan komputer;
Meskipun masyarakat tidak berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan mengenai bagaimana komputer diterapkan, namun masyarakat memiliki hak
tersebut.
b.
Hak Atas Informasi
Berikut ini hak setiap orang atas informasi menurut
Richard O. Masson):
1. Hak atas privasi;
Sebuah informasi yang sifatnya pribadi baik secara
individu maupun dalam suatu organisasi mendapatkan perlindungan atas hukum
tentang kerahasiaannya.
2. Hak atas Akurasi;
Komputer dipercaya dapat mencapai tingkat akurasi yang
tidak bisa dicapai oleh sistem nonkomputer, potensi ini selalu ada meskipun
tidak selalu tercapai.
3. Hak atas kepemilikan;
Ini berhubungan dengan hak milik intelektual, umumnya
dalam bentuk program-program komputer yang dengan mudahnya dilakukan
penggandaan atau disalin secara ilegal. Ini bisa dituntut di pengadilan.
4. Hak atas akses;
Informasi memiliki nilai, dimana setiap kali kita akan
mengaksesnya harus melakukan account atau izin pada pihak yang memiliki
informasi tersebut. Sebagai contoh kita dapat membaca data-data penelitian atau
buku-buku online di internet yang diharuskan membayar untuk dapat mengaksesnya.
II.III PENTINGNYA ETIKA BERINTERNET
Sejak awal peradaban,manusia selalu termotivasi memperbaharui teknologi
yang ada. Hal ini merupakan perkembangan yang hebat dan terus mengalami
kemajuan. Dari semua kemajuan yang signifikan yang dibuat oleh manusia
sampai saat ini,mungkin hal yang terpenting adalah perkembangan
internet.Pemakai internet telah mengalami kemajuan yang sangat signifikan dalam
beberapa tahun belakangan ini. Jumlah paket data yang mengalir lewat internet,
telah mengalami peningkatan yang dramatis.
Dan sebagaimana dunia nyata, internet sebagai dunia maya juga banyak
mengandung tangan-tangan usil, baik untuk mendapat keuntungan materi maupun
sekedar iseng,dan untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu dibuatkan suatu
aturan-aturan atau etika beraktifitas dalam dunia maya tersebut, Beberapa
alasan mengenai pentingnya etika dalam dunia maya adalah sebagai berikut:
1.
Bahwa pengguna internet berasal
dari berbagai negara yang mungkin memiliki budaya, bahasa dan adat istiadat
yang berbeda-beda. Bahkan dalam suatu Negara pun tentunya masing-masing pribadi
memiliki sifat, cara berbicara,menulis,dan rasa humor yang berbeda.
2.
Pengguna internet merupakan
orang-orang yang hidup dalam dunia anonymouse,yang tidak
mengharuskan pernyataan identitas asli dalam berinteraksi. Hal ini membuat kita
tidak mengenal dalam arti kata yang sesungguhnya atau bahkan satu penguna dunia
maya mungkin tidak akan pernah bertatap muka dengan pengguna yang lain.
3.
Berbagai macam fasilitas yang
diberikan dalam internet memungkinkan seseorang untuk bertindak tidak etis atau
suka iseng dengan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan.
4.
Harus diperhatikan bahwa pengguna
internet akan selalu bertambah setiap saat dan memungkinkan masuknya “penghuni”
baru diduniamaya tersebut. Mungkin saja penghuni baru tersebut tidak mengetahui
bagaimana seharusnya bergaul dengan baik dan benar.
A.
Pengaruh Teknologi Informasi Terhadap
Psikologi
Cepatnya
perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi pola berpikir dan sikap
perilaku masyarakat Indonesia pada umumnya dan para pengguna komputer pada
khususnya. Hal ini lebih dirasakan terlebih lagi dalam dunia pendidikan dan
perkantoran, karena teknologi informasi menyediakan akses informasi yang dapat
secara langsung mendukung pelaksanaan kegiatan belajar dan mengajar.
Dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari yang berhubungan dengan tugas dan
pekerjaan maka dipandang perlu untuk memiliki sikap dan moral dalam menggunakan
teknologi informasi, serta pengaruh psikologi dalam perkembangan teknologi
informasi terhadap individu.
Teknologi
informasi adalah istilah umum yang menjelaskan teknologi apa pun yang
membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau
menyebarkan informasi. TI menyatukan komputasi dan komunikasi berkecepatan
tinggi untuk data, suara, dan video. Contoh dari Teknologi Informasi bukan
hanya berupa komputer pribadi, tetapi juga telepon, TV, peralatan rumah tangga
elektronik, dan peranti genggam modern (misalnya ponsel).
Interconnected-networking atau yang biasa dikenal dengan internet ialah
rangkaian komputer yang terhubung di dalam beberapa rangkaian. Manakala
Internet (huruf 'I' besar) ialah sistem komputer umum, yang berhubung secara
global dan menggunakan TCP/IP sebagai protokol pertukaran paket (packet
switching communication protocol). Rangkaian internet yang terbesar dinamakan
Internet. Cara menghubungkan rangkaian dengan kaedah ini dinamakan internetworking.
Berbagai aspek yang kiranya akan
terpengaruh akan diuraikan berikut ini:
1. Perbedaan
kepribadian pria dan wanita
Kehadiran komputer dan internet telah
merubah dunia kerja, dari tekanan pada kerja otot ke kerja otak. Kini semakin
banyak pekerjaan kaum pria yang dijalankan oleh kaum wanita. Banyak pakar yang
berpendapat bahwa kini semakin besar porsi wanita yang memegang posisi sebagai
pemimpin, baik dalam dunia pemerintahan maupun dalam dunia bisnis. Bahkan
perubahan perilaku ke arah perilaku yang sebelumnya merupakan pekerjaan pria
semakin menonjol.
2. Perkembangan
kognitif
Berbeda dengan menonton televisi yang para
penonton bersifat pasif, internet dan permainan elektronik sangat bersifat
interaktif. Diduga internet dan permainan elektronik dapat merangsang
pertumbuhan kecerdasan anak-anak dan orang dewasa.
3. Perkembangan
seksualitas
Selain dapat digunakan untuk berpacaran
melalui progam internet relay chatting (IRC), internet dapat pula digunakan
untuk mengakses gambar dan filem porno. Walaupun gambar porno dan cerita porno
dapat diperoleh dari berbagai sumber, kehadiran internet semakin menyemarakkan
perolehan pronografi tersebut.
4. Kecemasan
teknologi
Ketakutan akan listrik mati, pesawat akan
tabrakan, uang di bank hilang, senjata nuklir menembakkan peluru tanpa
terkendali. Itu adalah beberapa contoh ketakutan di awal millenium ini. Selain
itu ada kecemasan skala kecil akibat teknologi komputer. Kerusakan komputer
karena terserang virus, kehilangan berbagai file penting dalam komputer inilah
beberapa contoh stres yang terjadi karena teknologi. Rusaknya modem internet
karena disambar petir. Stres karena teknologi adalah salah satu sumber stres
dalam kehidupan manusia. Tentu saja banyaknya informasi yang masuk melalui e-mail
atau internet dapat pula menyebabkan information overload, dan ini menjadi
sumber stres yang lain.
5. Pola
interaksi antar manusia
Kehadiran komputer pada kebanyakan rumah
tangga golongan menengah ke atas telah merubah pola interaksi keluarga. Komputer
yang disambungkan dengan tilpon telah membuka peluang bagi siapa saja untuk
berhubungan dengan dunia luar. Program internet relay chatting (IRC), internet,
dan e-mail telah membuat orang asyik dengan kehidupannya sendiri. Selain itu
tersedianya berbagai warung internet (warnet) telah memberi peluang kepada
banyak orang yang tidak memiliki komputer dan saluran internet sendiri untuk
berkomunikasi dengan orang lain melalui internet. Kini semakin banyak orang
yang menghabiskan waktunya sendirian dengan komputer. Melalui program internet
relay chatting (IRC) anak-anak bisa asyik mengobrol dengan teman dan orang
asing kapan saja.
6. Penggusuran
manusia
Dalam kehidupan yang digerakkan oleh
teknologi informasi (komputer dan internet) kesuksesan hidup didunia sangat
tergantung pada penguasaan pengetahuan, dan kemampuan mengelola emosi, dan
kemampuan mengelola hubungan sosial. Persingan dalam kehidupan, baik itu
kehidupan bisnis, kehidupan bermasyarakat, maupun kehidupan individual sangat
ditentukan oleh kemampuan berinovasi. Untuk bisa berinovasi diperlukan
kreatifitas yang tinggi dan pengetahuan yang luas. Teknologi informasi telah
meribah dunia kerja, dari kerja yang bertumpu pada otot ke pekerjaan yang
bertumpu pada otak. Pekerjaan masa sekarang lebih menuntut karyawan yang
berpengetahuan (knowledge workers). Kondisi ini akan membuat jurang sosial
antara mereka yang berpengetahuan (know) dan yang tidak berpengetahuan
(know-not). Mereka yang tidak memiliki pengetahuan akan tergusur dari dunia
kerja (Tappscott, 1996).
7. Kerahasiaan
alat tes semakin terancam
Melalui internet kita dapat memperoleh
informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat memperoleh layanan tes
psikologi secara langsung dari internet. Program tes inteligensi seperti tes
Raven, Differential Aptitudes Test dapat diakses melalui compact disk.
Implikasi dari permasalahan ini adalah, tes psikologi yang ada akan mudah
sekali bocor, dan pengembangan tes psikologi harus berpacu dengan kecepatan
pembocoran melalui internet tersebut.
Dampak teknologi internet yang maju dengan pesat ini akan dan telah
merubah pola kehidupan manusia. Walaupun saat ini baru sebagian orang yang
sudah terbiasa menggunakan internet, namun kecepatan internet memasuki
kehidupan manusia sunguh luar biasa. Teknologi informasi menyediakan akses
informasi yang dapat secara langsung mendukung pelaksanaan kegiatan belajar dan
mengajar. Dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari yang berhubungan dengan
tugas dan pekerjaan maka dipandang perlu untuk memiliki sikap dan moral dalam
menggunakan teknologi informasi, serta dampak psikologi dalam perkembangan
teknologi informasi terhadap individu. Kita bisa menggunakan internet untuk
yang bermanfaat seperti mencari tugas, jurnal, artikel, buku, dan lainnya.
Serta mengakses informasi yang kita ketahui agar dapat diketahui orang banyak
yaitu dengan cara memasukkan suatu informasi ini ke dalam tugas kita.
BAB III
PEMBAHASAN
Perkembangan
industri perfilman Indonesia memang unik. Bangkitnya film nasional yang
ditandai banyaknya jumlah produksi film lokal dan peningkatan penjualan karcis
bioskop, di satu sisi diwarnai proses pengeroposan besar-besaran yang
kontraproduktif bagi perkembangan kreativitas. Salah satu masalah terbesar
adalah maraknya pelanggaran hak cipta film, khususnya pembajakan.
III.I PENYEBAB DARI PEMBAJAKAN
Penggandaan
VCD/DVD secara ilegal tidak dapat dipandang sempit hanya dari satu sisi
negatif. Ada beberapa dimensi permisif yang menyebabkan “penghalalan” tindakan
tersebut, yaitu:
1.
Pembajakan adalah bentuk “perlawanan rakyat”, khususnya
lapisan bawah terhadap harga VCD/DVD asli yang harganya terlampau mahal sehingga
melemahkan daya beli. masyarakat berpedoman: “selama masih
bisa dihemat mengapa harus membeli yang mahal?”
2.
Orang membeli VCD/DVD bajakan karena VCD/DVD orisinal
biasanya baru keluar beberapa bulan setelah filmnya diputar di bioskop. Bagi
masyarakat kalangan menengah ke atas di perkotaan, akses menonton bioskop
barangkali tak menjadi masalah. Namun sebagian masyarakat golongan “tak
sabaran” yang sensitif harga dan minim akses, membeli VCD/DVD bajakan karena
ingin cepat-cepat menonton filmnya. Dan pada kenyataanya, golongan “sensitif
harga” atau “tak punya waktu ke bioskop” ini jumlahnya lebih banyak.
3.
VCD/DVD bajakan adalah “nyawa” bagi pedagang kakilima
(beberapa diantaranya pedangang besar dengan gerai khusus, seperti di Glodok
yang merupakan sentra pembajakan terbesar di Indonesia). Menjual VCD/DVD
bajakan bagi mereka adalah satu-satunya usaha yang dianggap mampu menyambung
hidup sehari-hari, termasuk untuk anak- istri. Sehingga bagaimanapun pihak
kepolisian yang masih melestarikan “budaya kekeluargaan” juga mempunyai
pertimbangan lain untuk menggelar razia setiap hari.
4.
Produsen VCD/DVD bajakan akan melakukan eksploitasi dan
komersialisasi HAKI apabila biaya produksi marjinal untuk produk-produk film
yang bermuatan HAKI jauh lebih kecil dari harga jual. Kompetisi usaha yang
tidak sehat dan adanya permintaan dan daya beli yang tinggi, merupakan pendorong
utama dilakukannya eksploitasi dan komersialisasi HAKI.
Tak peduli
film asing atau buatan dalam negeri, film tersebut sukses atau tidak, bukan
menjadi pertimbangan utama. Semuanya dibajak untuk kemudian dijual secara bebas
atau disewakan di rental-rental. Hasil bajakan film nasional biasanya segera
muncul beberapa hari setelah tayangan perdananya diputar di bioskop.
Untuk film impor, rata-rata sudah beredar satu bulan sebelum film aslinya
diputar di bioskop. Di Jakarta saja, menurut penelusuran koran Kompas,
saat ini diperkirakan setiap hari beredar sekitar 1.000.000 keping VCD/DVD
bajakan, atau 30 juta sebulan
.
Meskipun produk-produk asli yang
dicuri atau ditiru tersebut kebanyakan hasil karya atau kekayaan intelektual
orang asing, namun tindakan pembajakan tersebut dapat melemahkan motivasi
individu dan komunitas bisnis dalam negeri untuk melakukan kegitan produksi dan
investasi di bidang perfilman.
Ironisnya,
bukan hanya film mancanegara yang dibajak, sejak lama film lokal pun mengalami
nasib sama. VCD bajakan Ada Apa dengan Cinta? misalnya
tergolong sangat laris manis dan menjadi legenda di pasar gelap negeri ini.
Menurut data dari ASIREVI, dua minggu setelah film ini dirilis ke pasaran,
tepatnya mulai 21 Februari sampai 6 Maret, jumlah VCD/DVD yang berhasil
digandakan oleh pembajak dalam satu hari bisa mencapai 200.000 keping VCD/DVD
ilegal (Kompas, 2 April 2002 ).
Semua kasus pelanggaran HAKI di
bidang film yang terjadi di tanah air nyaris “kebal” terhadap sentuhan hukum.
Gejala ini tentu menimbulkan pertanyaan mendasar. Apakah betul-betul sistem
hukum di negara kita sangat buruk sehingga seseorang atau sekelompok orang
dapat dengan sesuka hatinya mengambil karya orang lain dan menyebarkan
seluas-luasnya tanpa ada aturan, teguran, peringatan, bahkan hukuman?
Atau bisa jadi itulah gambaran kondisi mental masyarakat yang tidak memiliki
kesadaran akan arti pentingya HAKI di bidang film.
III.II ASPEK – ASPEK PROSES PEMBAJAKAN
Dalam perspektif manajemen media,
pembajakan film lewat VCD/DVD melibatkan banyak aspek. Mulai aspek
produksi, distribusi, hingga konsumsi film. Proses pembajakan menciptakan
“jaring-jaring kehidupan” antara produsen, distributor, dan konsumen. Tindakan
pembajak senantiasa bermotif ekonomi. Sayangnya, hubungan simbiosis tersebut
tercipta dalam ranah ilegalitas, baik dari segi etis maupun yuridis.
1. Aspek produksi, menyangkut teknis
penggandaan VCD/DVD dengan sarana material berupa alat-alat produksi hasil
temuan teknologi masa kini. Juga konteks sosial dan politik yang berperan
di dalamnya. Law enforcement serta regulasi produksi film yang
ada aat ini belum atau bahkan tidak maksimal sama sekali sehingga tindakan
pembajakan seolah tidak pernah tersentuh oleh peraturan normatif, dalam hal ini
sanksi hukum.
2. Aspek distribusi, menyangkut
bagaimana produsen berhubungan dengan distributor untuk mengedarkan VCD/DVD
bajakannya hingga sampai ke tangan konsumen. Setidaknya meliputi
negosiasi antara Produser-Distributor menyangkut banyak hal seperti penentuan
wilayah edar, jangka waktu edar, pola pemasaran, karakteristik audiens yang
dituju, hak eksplotasi dan sebagainya. Aspek pemasaran juga melibatkan jaringan
bisnis yang dibangun oleh pemasok kepada pengecer VCD/DVD bajakan dari
pusat hingga sampai ke pengecer di pinggir-pinggir jalan.
3. Aspek konsumsi film, menyangkut
bagaimana konsumen bisa menikmati VCD/DVD bajakan dilihat dari segi kepuasan,
atau berapa banyak mereka biasanya menghabisakan uang untuk membeli VCD/DVD
ilegal tersebut. Dari gejala ini sini muncul pola yang bisa dilihat
antara lain; banyaknya niat orang yang ingin membajak film berarti paralel
dengan sifat penasaran banyak orang yang ingin melihat film. Produsen juga
mampu menciptakan permintaan pasar melalui pembentukan otoritas yang seimbang
antara produsen dengan konsumen. Otoritas ini menimbulkan mekanisme pasar yang
seimbang pula dengan ketersediaan banyak variasi dan ragam VCD/DVD bajakan.
Baik dari berbagai genre film, seperti kategorisasi VCD/DVD bajakan untuk film
anak, film seri, film box office, bahkan film seks sekalipun.
III.III PENGERTIAN HAKI DAN DASAR HUKUMNYA
.Jika didefinisikan secara
operasioanl, HAKI adalah hak atas kekayaan yang muncul atau lahir
karena kemampuan intelektual manusia. Penemuan atau karya itu lahir
atau dihasilkan oleh manusia melalui kemampuan intelektualnya, yaitu berupa
daya, cipta, rasa, dan karsa di bidang ilmu pengetahuan,seni,
sastra maupun teknologi(Umar dalam Saudi, 2001: 117) .
Pun demikian halnya HAKI di bidang
film, hak itu lahir atau dihasilkan oleh manusia melalui kemampuan
intelektualnya yang berupa daya, cipta, rasa, dan karsa dalam kaitannya dengan
produk film (dari konsep hingga bentuk jadi), yang di dalamnya mengandung
unsur-unsur yang harus dihormati oleh orang lain. Tidak semata-mata hak
intelektual, tetapi menyangkut juga hak ekonomi yang meliputi hak cipta, hak
paten, hak merk dan sebagainmya.
Di Indonesia, sumber utama hukum
HAKI adalah Undang-undang Nomor 6 tahun 1987, kemudian diperbaharui dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987. Yang terakhir adalah Undang-ndang Nomor 12
Tahun 1997, yang diundangkan pada tanggal 7 Mei 1997. Sebenarnya Indonesia
sudah memiliki undang-undang perfilman, yaitu Undang-undang No. 8 tahun 1992
dan , namun seiring perkembangan kebutuhan dan tuntutan penyelesaian
permasalahan di lapangan, undang-undang tersebut terbukti tidak mampu memberi
jawaban atas berbagai persoalan. Fungsi regulasi tidak banyak bisa diandalkan
dalam menghadapi kasus-kasus pelanggaran hak cipta, seperti penggandaan DVD
secara ilegal ini.
Selain
itu, terdapat dua peraturan Pemerintah sebagai pedoman pelaksanaannya, yaitu
Peraturan pemerintah Nomor 14 tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta, yang telah
diperbarui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Penerjemahan
dan/atau Perbanyakan Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan,
Penelitian, dan pengembangan Penelitian yang pada dasarya mengatur
operasionalisasi ketentuan mengenai lisensi wajib di bidang hak cipta(Compulsory
Licensing).
Sebagai
konsep hukum, HAKI memberikan landasan pengaturan atas pengakuan, penghargaan,
dan perlindungan terhadap hak atas karya-karya yang dihasilkan dari kemampuan
intelektualitas manusia. Jika pelanggaran terhadap HAKI dilakukan, maka secara
hukum akan dikenai sanksi kurungan dan biaya. Hal ini sangat jelas terlihat
dalam UU HAKI baik yang lama maupun baru. Dalam pasal 44 Bab VI Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1987 Tentang hak Cipta misalnya,
pelanggarannya dikatagorikan sebagai tindak pidana. Para pelanggarnya
dikenai sanksi hukum kurtungan selama maksimal tujuh tahun dan membayar denda
dari Rp. 15.000.000,00 hingga Rp.100.000.000,00. Secara internasional,
Indonesia juga telah menandatangai berlakunya kesepakatanTrade Related
Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPS) dalam
persetujuan Putaran Uruguay di Marakesh, Maroko, tahun 1994 silam. Kemudian
direalisasikan sejak 1 Januari 2000 lalu (Kompas, 3 Januari 2000).
Namun dalam praktik sungguh ironis, saat diberlakuannnya undang-undang
internasional tersebut, Indonesia justru mendapat corengan muka yang boleh
dikatakan sangat memalukan. Apa pasal?
Political and Economic Risk
Consultancy (PERC), sebuah lembaga konsulltan yang bermarkas di Hongkong,
melakukan survei melibatkan sejumlah ekspatriat yang bertugas di sepuluh
negara Asia. Hasilnya, dalam hal kualitas sistem HAKI, skor untuk
Indonesia adalah 9,82 (skor dimulai dari angka 0 berarti terbaik hingga 10 yang
berarti terburuk). Untuk jaminan perlindungan HAKI, Indonesia
berada di urutan ke-9 yang berarti sering terjadi pelanggaran. Posisi yang
menempatkan negara kita hanya sedikit lebih unggul dari Cina (Kompas, 9 Januari
2000).
Sebelumnya,
menurut laporan tahunan Specila 301 yang dikeluarkan oleh
kantor perwakilan perdagangan AS (United States Trade
Representative/USTR), Indonesia merupakan satu-satunyua negara anggora
ASEAN yang masuk dalam priority watch list USTR untuk
kasus-kasus pelanggaran HAKI. Pelanggran tersebut terutama disebabkan tingginya
pembajakan VCD/DVD sejak tahun 1998 (Kompas, 7 Juli 1999)
Mengenai status pengawasan tersebut,
selengkapnya USTR membagi menjadi tiga kategori, yaitu watch list (daftar
negara yang dipantau), priority watch list (daftar negara yang
diprioritaskan untuk diawasi), dan priority foreign country (negara
yang gerbukti bersalah sehingga perlu diberi sanksi perdagangan).
Dengan
masuknya Indonesia ke dalam status priority watch list, berarti
secara empiris garfik pelanggran HAKI di Indonesia semakin meningkat.
Sebelumnya Indonesia masih termasuk dalam status watchlist (walaupun
sejak tahun 1988 hal ini sudah terjadi berkali-kali).
Banyak pengamat film memprediksi,
seiring munculnya VCD/DVD bajakan yang semakin marak dan tidak diambil
langkah tegas oleh para penegak hukum, maka tidak tertutup kemungkinan
status Indonesia akan meningkat menjadi priority foreign country.
Jika bangsa Indonesia berkomitmen
untuk menerapkan sistem perlindungn HAKI di bidang perfilman secara konsekuen,
secara makro hal ini akan memberikan keuntungan bagi pertumbuhan ekonomi
nasional, terutama dari hasil produksi film dalam negeri. Hasil positif itu
antara lain: 1. Meningkatkan kinerja dalam menghasilkan karya yang lebih
inovatif (empowermnet); 2. Meningkatkan daya saing(competition);
3. Meningkatkan pendapatan (income); dan 4.
Meningkatkan investasi(investation).
III.IV LEMAHNYA SANKSI HUKUM
Lepas dari
persoalan kultur dan mental, sebenarnya banyak kendala yang melingkupi ruwetnya
sistem hak cipta di Indonesia. Akar permasalahan bersumber dari lemahnya
infrastruktur yang ada, terutama sistem hukum yang nyaris tidak berjalan.
Celakanya, dalam upaya penyelesaian, kendala teknis selalu mengemuka bila
bersentuhan dengan kondisi riil bangsa yang mengalami krisis
multidimensi. Akibatnya, hampir semua keterpurukan selalu dikaitkan dengan dana
yang terbatas sehingga sulit menemukan titik temu bagaimana solusi terbaik yang
seharusnya dilakukan. Malah, bangsa kita gemar sekali mencari kambing hitam
atas segala permasalahan yang timbul, tanpa pernah mencoba dengan penuh legawamerefleksikan
kesalahan itu sebagai suatu bentuk introspeksi.
Demikian
halnya dengan perlindungan terhadap hak cipta film. Ada kesan yang
seolah dibangun pemerintah bahwa penyelesaian persoalan politik jauh lebih
penting dari pada sekadar mengurusi “nasib” pembajakan. Daya beli masyarakat
yang rendah akibat krisis ekonomi juga menjadi alat justifikasi pembajakan.
Mahalnya sebuah produk asli seakan-akan mendorong masyarakat untuk berpikir
“kreatif” bagaimana mendapatkan barang yang sama dengan harga murah. Walhasil
tindakan pembajakan dianggap sah.
Apalagi
jika dilihat dari political will para politisi di DPR saat
menerima keluhan tentang banyaknya peredaran VCD/DVD bajakan beberapa waktu
lalu. Dengan enteng mereka menjawab bahwa kehadiran VCD/DVD bajakan telah
menjadi hiburan yang murah meriah bagi rakyat, sehingga untuk apa mengganggu
kesenangan rakyat yang sudah banyak menderita oleh banyaknya persoalan bangsa
ini? Sebuah kredo yang terdengar “manis”, tetapi sangat membahayakan bagi
eksistensi kreativitas di negeri ini.
Dalam
perkembangannya, pembajakan yang disupport oleh penguasa dan dimotori oleh
media dapat menciptakan budaya baru dalam masyarakat yang lazim disebut
sebagai budaya massa. Bauman (1972) mengatakan bahwa budaya massa
adalah konsekuensi yang tidak dapat ditolak dari munculnya pasar, tersedianya
teknologi, dan dominasi organisasi besar .
Parahnya, situasi ini didukung oleh
pertimbangan ekonomis masyarakat yang berpedoman; “Selama masih bisa dihemat
mengapa harus membeli yang mahal?”.
Perilaku
konsumsi masyarakat terhadap media, khusunya film selain dipengaruhi oleh
selera juga tergantung daya beli. Terkait dengan asas tersebut muncullah
istilahpurchasing power yang mempengaruhi konsumsi film. Artinya,
sebelum membeli VCD/DVD bajakan, konsumen dihadapkan pada tiga pilihan, yaitu
membeli, menunda, atau tidak membelinya. Pada level ini digambarkan bahwa
keputusan membeli berada dalam deret pilihan pembelian produk-produk yang lain,
termasuk VCD/DVD orisinal. Pilihan semacam ini mendorong produsen VCD/DVD
bajakan menciptakan barang produksinya semirip mungkin dan semurah mungkin,
bahkan jika bisa dengan kualitas yang sama. Akibatnya dengan pola pikir
ekonomi, ditunjang dengan daya beli yang cenderung rendah, masyarakat lebih
memilih VCD/DVD bajakan. Disinyalir, karena pertimbangan skala prioritas itulah
konsumen kadang lupa bahwa barang yang dibeli atau disewanya adalah barang
ilegal dan proses penciptaannya telah melanggar hukum.
Begitulah,
berbagai persoalan kompleks menyebabkan HAKI di bidang film masih belum bisa
dimengerti secara penuh di Indonesia. Tak heran jika VCD/DVD bajakan masih
sangat umum dan wajar di negara kita. Padahal dilihat dari sisi objektif,
pembajakan yang membudaya pada hakikatnya sangat menghambat perkembangan
kemajuan karya perfilman di tanah air.
Kerugian material akibat pembajakan
film juga tidak main-main hingga mencapai trilyunan rupiah. Belum lagi dengan
adanya pembajakan tersebut telah menghambat penerimaan negara melalui pajak dan
investasi industri. Selain itu, pemabjakan mendorong pengebirian kretivitas
karena royalti yang seharusnya diterima para pembuat film, raib entah ke mana.
Munculnya fenomena VCD/DVD
bajakan tidak datang begitu saja bila tidak dibarengi harga VCD/DVD
Player yang juga semakin murah. Berbagai merek DVD Player ditawarkan dengan
harga mulai sekitar Rp 175.000 hingga jutaan rupiah. Bahkan kadangkala
pembayarannya pun bisa dicicil. Selain itu, usaha persewaan VCD/DVD
bajakan dan player pun mudah dijumpai di berbagai tempat, baik di kota
besar maupun di kota-kota kecil. Untuk menyewa VCD/DVD bajakan hanya
membutuhkan biaya Rp 1.000 – Rp 3.000 perkeping judulnya.
Dilihat dari kacamata hukum HAKI,
harga VCD/DVD bajakan bisa jauh lebih murah karena konsumen tak perlu
membayar royalti, berbagai pajak serta biaya operasional lainnya. Produsen juga
tak perlu berpromosi untuk melariskan barang dagangannya.
Dalam
konteks maraknya kasus pelanggaran HAKI, dapat dinilai bahwa perilaku masayarakat
kita sunguh membingungkan. Dulu, di tahun 1951, Indonesia menyatakan keluar
dari Benre Convention (sebuah konvensi tentang hak cipta) yang
bertuuan agar dapat melakukan “penjiplakan” besar-besaran dalam upayanya
melakukan alih teknologi. Ternyata peluang tersebut tidak dimanfaatkan
sebaik-baiknya, padahal saat itu sangat memungkinkan, bahkan ditolerir untuk
melakukan peniruan dan penjiplakan.
Negara-negara lain seperti Jepang
dan Jerman memanfaatkan peluang tersebut secara maksimal. Dan hasilnya, mereka
sekarang menjadi sangat maju dalam menguasai teknologi.
BAB IV
KESIMPULAN
Evaluasi tentang berhasil tidaknya
Indonesia dalam perlindungan HAKI di bidang film akan terus menjadi dialektika
yang tidak usang, bukan hanya dalam pencarian jawaban “berhasil” atau “tidak”
mengadili pembajak DVD dan menjebloskan ke penjara, tetapi berhasilnya
perlindungan HAKI di bidang film di Indonesia pada konteks saat ini sebenarnya
lebih pada upaya yang terus menerus untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAKI
lebih banyak lagi. Dengan kata lain, pembajakan atas hak kekayaan intelektual
perlu dihentikan.
Persoalan HAKI di bidang film ini
sangat penting untuk dijadikan perhatian mengingat hingga detik ini, masyarakat
Indonesia belum memiliki kesadaran akan pentingnya penghormatan atas hak atas
karya intelektual orang lain sebagai konsekuensi etis maupun yuridis. Salah
satunya dapat dilihat dari carut marutnya perlakuan bangsa kita terhadap hak
cipta perfilman. Mulai dari pembajakan kelas teri alias contek-menyontek ide
hingga pembajakan kelas kakap yang sangat merugikan negara.
Karenanya,
sistem hukum HAKI kita harus mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi
eksploitasi dan komersialisasi karya-karya intelektual yang bermuatan HAKI.
Sistem HAKI di bidang film misalnya, harus mampu menekan serendah mungkin
biaya-biaya hukum (legal cost) dalam pengurusan pendaftaran
dan pengalihan HAKI maupun biaya-biya kontrak (transaction) yang
berkaitan dengan lisensi (licensing),usaha patungan (joint
venture), maupun waralaba (franchaising). Prosedur
impor dan hak edar film asing misalnya harus cepat, murah, dan tidak koruptif.
Makalah ini merupakan makalah kelompok 8 dalam mata kuliah Sistem Teknologi Informasi yang beranggotakan WENDY, NOFRIDA, DEBORA, FRASISCA. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca yah.... dan semoga gue dan teman-teman dapat nilai bagus yah minimal A, hahahhahahaa.....